Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia tidak ingin bea keluar menjadi beban bagi para pengusaha batu bara, mengingat harga batu bara saat ini sedang mengalami penurunan. "Jangan juga kita memberatkan pengusaha di saat harga batu bara masih sangat rendah," ucap Bahlil ketika ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, pada hari Jumat. Bahlil menyatakan bahwa bea keluar akan diterapkan jika harga batu bara sudah mencapai nilai keekonomian yang wajar. Hal ini juga mempertimbangkan keuntungan yang diperoleh oleh para pengusaha batu bara, yang nantinya akan disetorkan kepada pemerintah. "Kalau harga batu baranya sudah tinggi, untungnya banyak, boleh bagi dengan pemerintah," tuturnya. Sebelumnya, pemerintah bersama Komisi XI DPR RI telah menyepakati perluasan basis penerimaan negara melalui pengenaan bea keluar terhadap produk emas dan batu bara. Kebijakan ini merupakan bagian dari strategi optimalisasi penerimaan negara yang dibahas dalam rapat kerja Komisi XI DPR RI bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Menteri PPN/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy, dan Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar di Jakarta, pada hari Senin (7/7). Atas hal tersebut, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi dan Batu bara Indonesia (Aspebindo) Fathul Nugroho meminta agar bea keluar untuk komoditas tambang diterapkan secara bertahap dan memperhatikan daya saing industri. Saat ini, menurutnya, sektor pertambangan nasional tengah mengalami tekanan akibat penurunan permintaan dan harga komoditas di pasar internasional. Indonesia adalah salah satu eksportir batu bara terbesar di dunia. Oleh karena itu, setiap kebijakan fiskal, seperti bea keluar, dapat berpotensi memengaruhi arus produksi, harga jual, serta keputusan ekspor dalam jangka pendek.