Kutu Lorong Pesawat Fenomena Yang Memperlambat Waktu Turun Penumpang

Senin, 15 Desember 2025

    Bagikan:
Penulis: Ava Grace
Perilaku 'kutu lorong' seperti memotong antrean dan berdiri menghalangi lorong justru memperlambat keseluruhan proses turun pesawat, menciptakan ketidaknyamanan dan inefisiensi yang sebenarnya bisa dihindari.

Jakarta - Bagi banyak orang, momen paling menyebarkan dalam sebuah penerbangan mungkin justru terjadi setelah pesawat mendarat dengan selamat. Saat itu, muncul sekelompok penumpang yang langsung berhamburan dari kursi, mendesak, dan memotong antrean untuk keluar lebih dulu. Kelompok inilah yang dijuluki 'kutu lorong' pesawat, sebuah fenomena yang kerap mengubah suasana lega menjadi frustrasi kolektif. Tindakan mereka yang terlihat ingin menghemat waktu justru berakibat sebaliknya: memperlambat semua orang.

Dampak dari aksi 'kutu lorong' ini tidak main-main. Menurut penuturan Cecily Anderson, seorang pramugari yang diwawancarai oleh Reader's Digest, kekacauan yang mereka ciptakan sangat mengganggu prosedur operasi standar yang dirancang untuk efisiensi dan keamanan. "Mereka tidak hanya menjengkelkan, tapi juga memperlambat segalanya," keluhnya. Aturan turun secara bergiliran dari barisan depan ke belakang bukanlah tanpa alasan; itu adalah sistem teruji untuk mengosongkan kabin dengan cepat dan tertib.

Logika sederhananya adalah seperti aliran air dalam pipa. Jika satu titik dalam pipa tersumbat atau alirannya tidak teratur, maka seluruh aliran di belakangnya akan terhambat. Demikian pula di pesawat, ketika seorang 'kutu lorong' tiba-tiba berdiri dan menghalangi lorong, atau memotong antrean, dia menciptakan 'sumbatan' yang mengganggu ritme semua penumpang di belakangnya. Akibatnya, waktu yang dibutuhkan untuk mengosongkan seluruh pesawat menjadi lebih panjang dari yang seharusnya.

Baca Juga: 15 Influencer Travel Indonesia Paling Populer Di Media Sosial

Fenomena ini juga merepotkan awak kabin. Pramugari seperti Angela McMurray menyatakan bahwa aksi semacam ini meresahkan dan menyulitkan petugas yang sedang mengawasi proses turun. Awak kabin bertanggung jawab memastikan tidak ada insiden, barang tertinggal, atau masalah lain saat penumpang keluar. Kehadiran 'kutu lorong' yang tidak terkendali menambah beban pengawasan dan berpotensi menciptakan situasi tidak aman, terutama di kabin yang sempit.

Lantas, mengapa orang menjadi 'kutu lorong'? Psikologi di baliknya seringkali adalah kecemasan akan waktu atau rasa tidak sabar setelah duduk lama. Beberapa penumpang mungkin khawatir koneksi penerbangan selanjutnya, ingin cepat keluar dari kerumunan, atau sekadar refleks tanpa memikirkan orang lain. Namun, sedikit kesadaran bahwa tindakan mereka merugikan banyak pihak dapat membantu mengubah perilaku ini.

Solusinya terletak pada edukasi dan kesadaran diri. Tips dari para pramugari, seperti menyiapkan barang lebih awal dan menunggu giliran dengan sabar, adalah panduan praktis untuk memutus siklus 'kutu lorong'. Dengan setiap penumpang memahami perannya dalam ekosistem kecil bernama kabin pesawat, efisiensi sebenarnya bisa dicapai.

Pada akhirnya, perjalanan udara adalah aktivitas kolektif yang membutuhkan kerja sama. Menjadi 'kutu lorong' mungkin memberi kepuasan sesaat bagi pelakunya, tetapi kerugiannya dirasakan oleh puluhan bahkan ratusan orang lain. Menghilangkan kebiasaan ini adalah langkah kecil menuju budaya perjalanan yang lebih beradab dan efisien, di mana waktu setiap penumpang sama berharganya.

(Ava Grace)

    Bagikan:
komentar