Lampung Tengah - Perjalanan politik Ardito Wijaya di Kabupaten Lampung Tengah dapat dikatakan seperti rollercoaster: menanjak cepat dengan dua kemenangan elektoral yang gemilang, tetapi kemudian terjun bebas setelah terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu, 10 Desember 2025. Penangkapan ini terjadi tepat saat ia baru sembilan bulan menduduki kursi Bupati, posisi yang diraihnya setelah memenangkan Pilkada 2024 dengan margin yang sangat besar. Ironisnya, OTT dilakukan hanya sehari setelah Ardito berpartisipasi dalam acara peringatan Hari Antikorupsi Sedunia, sebuah kontras yang menyayat hati. Kini, karier politik yang dibangun sejak Pilkada 2020 itu terancam runtuh oleh dugaan suap terkait pengesahan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD).
Awal mula kiprah politik Ardito dimulai ketika ia memutuskan untuk mendampingi Musa Ahmad sebagai calon Wakil Bupati dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2020. Pasangan ini berhasil memikat hati mayoritas pemilih Lampung Tengah dengan meraih 323.064 suara, mengungguli dua pasangan calon lainnya. Kemenangan ini menjadi pintu masuk resmi Ardito ke dalam lingkaran kekuasaan eksekutif daerah, memberikannya pengalaman berharga dalam mengelola pemerintahan. Selama periode ini, ia membangun citra dan jaringan yang nantinya menjadi modal berharganya.
Namun, kolaborasi dengan Musa Ahmad tidak berlanjut untuk periode kedua. Pada Pilkada 2024, Ardito Wijaya mengambil langkah yang lebih berani dengan maju sebagai calon Bupati, bukan lagi wakil. Meski kehilangan dukungan dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang mendukungnya sebelumnya, ia berhasil meraih dukungan krusial dari PDI Perjuangan. Untuk posisi wakil, Ardito menggandeng I Komang Suheri, membentuk pasangan baru yang ternyata sangat disukai elektorat.
Hasil Pilkada 2024 sungguh di luar dugaan banyak pihak, terutama karena menghasilkan kekalahan telak untuk mantan Bupati Musa Ahmad. Pasangan Ardito-Komang berhasil meraup dukungan mencapai 369.974 suara, yang setara dengan 63,71 persen dari total suara sah. Sementara itu, pasangan Musa Ahmad-Ahsan As'ad, meskipun diusung oleh delapan partai politik, hanya mampu mengumpulkan 210.741 suara atau 36,29 persen. Kemenangan mutlak ini menunjukkan betapa kuatnya daya tarik Ardito di mata masyarakat Lampung Tengah saat itu.
Kemenangan besar tersebut memberikan mandat yang sangat kuat kepada Ardito Wijaya untuk memimpin Lampung Tengah selama lima tahun ke depan. Ia dilantik dan memulai masa jabatannya dengan harapan dan janji-janji pembangunan dari para pendukungnya. Namun, masa jabatan yang seharusnya penuh dengan karya itu ternyata sangat singkat. Baru sembilan bulan berkuasa, ia sudah harus berhadapan dengan aparat penegak hukum dari KPK dalam sebuah operasi yang dramatis.
Latar belakang Ardito yang sebelumnya adalah seorang dokter dan birokrat di dinas kesehatan sering kali dipandang sebagai nilai tambah yang memengaruhi pilihan rakyat. Elektoral percaya bahwa figur dengan latar belakang pelayanan publik dan profesional di bidang kesehatan akan membawa pemerintahan yang bersih dan peduli. Sayangnya, dugaan keterlibatannya dalam kasus suap RAPBD dengan cepat menghancurkan citra ideal tersebut. Kepercayaan publik yang dibangun melalui dua kali kemenangan pilkada pun sekarang berada di ujung tanduk.
Peristiwa OTT KPK ini tidak hanya menghentikan paksa karier politik Ardito Wijaya, tetapi juga memberikan pelajaran pahit tentang dinamika kekuasaan dan integritas. Kemenangan elektoral yang besar dan dukungan rakyat yang menggemakan tidak serta-merta menjadi jaminan bagi seorang pemimpin untuk bertindak bersih. Kasus ini menegaskan bahwa pengawasan terhadap penyelenggara negara harus terus dilakukan tanpa henti, terlepas dari seberapa populer seorang figur tersebut. Proses hukum yang sedang berjalan akan menentukan akhir dari kisah politik Ardito, sekaligus menjadi titik tolak evaluasi bagi sistem rekruitmen dan pengawasan pemimpin di daerah.
Dampak jangka panjang dari kasus ini terhadap lanskap politik Lampung Tengah masih harus ditunggu. Kekosongan kepemimpinan, meski sementara, berpotensi menghambat pembangunan dan pelayanan di daerah. Selain itu, peristiwa ini dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap partai-partai politik dan proses demokrasi elektoral secara keseluruhan. Pemulihan kepercayaan dan tata kelola pemerintahan yang baik akan menjadi pekerjaan rumah yang berat bagi siapa pun yang nantinya akan memimpin Lampung Tengah.