Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menginformasikan bahwa peraturan mengenai peningkatan tarif royalti untuk komoditas mineral dan batu bara (minerba) akan disahkan dalam minggu ini. “Insya Allah, tetapi hingga saat ini saya belum mengetahui, karena hari ini jadwal saya padat sehingga belum sempat memeriksa apakah sudah ditandatangani atau belum,” ungkap Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara, Tri Winarno, saat ditemui di Kementerian ESDM pada Senin sore (15/4). Peningkatan tarif royalti ini sejalan dengan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2022 mengenai Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Selain itu, terdapat juga revisi Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2022 tentang Perlakuan Perpajakan dan/atau PNBP di Sektor Usaha Pertambangan Batubara. Kenaikan tarif royalti minerba akan mencakup komoditas batu bara, nikel, tembaga, emas, perak, dan logam timah, dengan estimasi kenaikan berkisar antara 1% hingga 3%, yang akan bersifat fluktuatif sesuai dengan harga komoditas di pasar. Selain penerbitan peraturan baru, Kementerian ESDM juga berencana untuk bertemu dengan pelaku usaha, yaitu Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), pada hari Kamis minggu ini. Tri menyatakan bahwa diskusi ini diadakan karena APNI meminta agar rencana kenaikan tarif royalti tersebut dibatalkan. “Kami akan berdiskusi mengenai cara agar margin mereka tetap baik meskipun royalti meningkat, semacam itu,” jelas Tri. Tri menambahkan bahwa rencana diskusi dengan asosiasi terkait kenaikan tarif royalti sejauh ini hanya dilakukan untuk komoditas nikel, karena untuk komoditas lainnya, termasuk batu bara, tidak ada protes yang signifikan. “Kami akan mendengarkan masukan, tetapi penetapan angka (tarif) tersebut pasti mengacu pada laporan keuangan perusahaan. Tidak mungkin pemerintah secara tiba-tiba menetapkan kenaikan tarif,” tuturnya. Menteri Bahlil Lahadalia sebelumnya menginformasikan bahwa kenaikan tarif royalti untuk komoditas mineral dan batubara akan mulai diterapkan pada pekan ini. Hal ini dapat dipastikan karena Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur kenaikan tersebut telah selesai disusun. "Mulai minggu kedua bulan April, kebijakan ini akan berlaku secara efektif dan telah disosialisasikan," ungkap Bahlil saat ditemui di kantornya di Jakarta, Rabu (9/4). Selain PP, pemerintah juga akan menerbitkan peraturan turunan dalam bentuk Keputusan Menteri. Dalam ketentuan baru ini, tarif royalti akan ditetapkan secara progresif. "Jika harga nikel atau emas meningkat, akan ada rentang tertentu, tetapi jika harganya tidak naik, maka tarifnya juga tidak akan meningkat," jelas Bahlil. Dia menyatakan bahwa penerapan tarif progresif ini merupakan solusi yang saling menguntungkan bagi pemerintah dan pengusaha. Meskipun demikian, penetapan tarif royalti ini masih menuai berbagai pendapat, baik yang mendukung maupun yang menolak. Namun, menurut Bahlil, fokus dari penerapan royalti ini adalah untuk kepentingan negara. Sebelum keputusan mengenai kenaikan tarif diambil, pemerintah telah melakukan analisis berdasarkan laporan keuangan dari beberapa perusahaan selama dua tahun berturut-turut. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa peningkatan tarif tidak akan mengakibatkan perusahaan mengalami kesulitan finansial atau arus kas negatif. "Saat evaluasi dilakukan, tidak ditemukan indikasi bahwa perusahaan akan mengalami kebangkrutan atau arus kas negatif," ungkap Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara, Tri Winarno. Tri juga menambahkan bahwa regulasi mengenai kenaikan tarif royalti hampir rampung, meskipun belum ada tanggal pasti untuk peluncurannya. Ia mengungkapkan target Penerimaan Negara Bukan Pajak dari sektor minerba yang ditetapkan mencapai Rp 124,5 triliun pada tahun 2025. Ia berharap para pengusaha di sektor ini dapat mendukung kebijakan tersebut. "Negara kita kebetulan memiliki arus kas yang rendah dibandingkan dengan negara lain. Oleh karena itu, saya berharap kepada rekan-rekan, mari kita dukung bersama," kata Tri.