Foto: Shutterstock

Luas Wilayah Yang Diberikan Untuk Izin Usaha Pertambangan Oleh ESDM Telah Mencapai 9 Juta Hektar

Selasa, 12 Nov 2024

Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) di bawah Kementerian ESDM menginformasikan bahwa saat ini luas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) telah mencapai 9.112.732 hektar.

Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM, Tri Winarno, menyatakan bahwa luas wilayah yang dimaksud mencakup lahan eksplorasi seluas 1 juta hektar, lahan produksi seluas 8 juta hektar, lahan pasca tambang seluas 6.685 hektar, serta lahan pencadangan yang mencapai 91 hektar.

“Total luas wilayah izin usaha pertambangan nasional saat ini adalah 9.112.732 hektar, yang terdiri dari lahan eksplorasi sebesar 1 juta hektar, lahan operasi produksi 8 juta hektar, lahan pasca tambang seluas 6.685 hektar, dan lahan pencadangan seluas 91 hektar,” ujarnya dalam rapat dengan Komisi XII DPR pada Selasa (12/11).

Lahan produksi seluas 8 juta hektar tersebut terbagi menjadi beberapa kategori, yaitu produksi mineral logam seluas 3.800.000 hektar, batu bara 3.900.000 hektar, mineral bukan logam seluas 73.900 hektar, batuan seluas 85.520 hektar, dan mineral bukan logam jenis tertentu seluas 119.000 hektar.

Dalam status operasi produksi, terdapat jumlah mineral logam sebanyak 3.800.000, batu bara sebanyak 3.900.000, mineral bukan logam sebesar 73.900, batuan mencapai 85.520, serta mineral bukan logam jenis tertentu yang berjumlah 119.000. Untuk pasca tambang, meskipun perusahaan masih dalam status operasi produksi, kondisi saat ini menunjukkan bahwa area pasca tambang mencapai 6.685. Dengan demikian, total luas yang telah disebutkan sebelumnya adalah 9.112.732 hektar.

Sebelumnya, Winarno juga mengungkapkan bahwa terdapat 128 laporan terkait tambang ilegal yang tersebar di pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Maluku, Nusa Tenggara Barat, hingga Sulawesi. Data ini diperoleh dari laporan kepolisian serta keterangan ahli mengenai kasus Pertambangan Tanpa Izin (PETI).

Winarno mengingatkan kepada para penambang ilegal bahwa mereka akan menghadapi sanksi yang cukup berat, termasuk denda maksimum sebesar Rp 100 miliar. Ketentuan ini tercantum dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2021 yang merupakan perubahan dari Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 mengenai Pertambangan Mineral dan Batubara, khususnya pada Pasal 158.

Terkait dengan aktivitas penambangan yang dilakukan tanpa izin, terdapat beberapa hal yang perlu disampaikan. Baik ketika perusahaan tidak memiliki izin, saat melakukan eksplorasi, menjalankan operasi produksi, maupun ketika individu yang menampung, memanfaatkan, atau melakukan pengolahan dan pemurnian, semua ini dikenakan sanksi yang serupa, yaitu maksimal 5 tahun penjara dan denda hingga Rp 100 miliar, ungkapnya.


Tag:



Berikan komentar
Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.