Proyek lima Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) diharapkan dapat meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan asing ke Indonesia. Kelima destinasi ini merupakan bagian dari inisiatif "10 Bali Baru", yang bertujuan untuk memperluas daya tarik pariwisata di luar Bali. Lima DPSP tersebut meliputi Borobudur di Jawa Tengah, Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur, Lombok atau Mandalika di Nusa Tenggara Barat, Danau Toba di Sumatera Utara, dan Likupang di Sulawesi Utara. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, menyatakan bahwa pengembangan kelima DPSP ini merupakan arahan langsung dari Jokowi. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif diminta untuk memfokuskan upaya pada pengembangan infrastruktur serta sektor ekonomi kreatif di kelima lokasi tersebut. Sandiaga juga menjelaskan alasan pemilihan kelima DPSP ini. Ini adalah arahan langsung dari presiden, bahwa dalam pembangunan harus dilakukan dengan fokus. Identifikasi lima lokasi yang memiliki potensi untuk menjadi 'Bali Baru'. Jika kelima destinasi ini telah siap tahun ini, kita akan memperluasnya tahun depan. Pastikan semua memiliki standar kualitas kelas dunia, ujar Sandiaga. Mengembangkan lima Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) menjadi sebuah tantangan yang signifikan, terutama di tengah pandemi Covid-19 yang melanda seluruh dunia. Sektor pariwisata mengalami dampak yang sangat besar akibat pandemi tersebut. Setelah pandemi berakhir dan industri pariwisata mulai pulih, sayangnya, kelima DPSP tersebut belum menunjukkan hasil yang diharapkan, yaitu peningkatan jumlah kunjungan wisatawan ke Indonesia. Pertanyaannya, apa saja kendala yang dihadapi oleh kelima DPSP ini? Chusmeru, seorang pengamat pariwisata, menjelaskan bahwa tujuan awal pembentukan lima DPSP adalah untuk mendistribusikan wisatawan ke berbagai daerah di Indonesia, sehingga tidak hanya terfokus di Bali. Ia menilai bahwa hal ini bukanlah tugas yang mudah, karena ada banyak faktor yang harus diperhatikan agar suatu destinasi dapat setara dengan Bali dan menarik banyak pengunjung. "Sejauh mana produk wisata suatu destinasi dapat dipasarkan baik di pasar domestik maupun internasional. Bali, misalnya, sudah memiliki keunggulan yang sangat jelas dalam produk wisatanya, sehingga tanpa perlu promosi pun, produk wisatanya sudah dikenal di seluruh dunia. Jika kelima destinasi wisata super prioritas ini ingin menjadi 'Bali baru', maka mereka harus memiliki kekuatan dalam produk wisatanya," ungkap Chusmeru saat dihubungi oleh CNNIndonesia.com. Bali harus menawarkan sesuatu yang luar biasa. Destinasi ini dikenal sebagai tempat wisata yang lengkap. Para pengunjung dapat menikmati berbagai hal di Bali. Keindahan alamnya, pemandangan sawah yang menawan, pantai yang memukau, serta budaya yang kaya dan ekonomi kreatif yang berkembang menjadikan Bali sebagai tempat yang ideal untuk dikunjungi, di mana semua dapat dinikmati, jelasnya. Selain itu, Bali juga memiliki akses yang memudahkan wisatawan untuk berkunjung, serta fasilitas yang memadai, mulai dari hotel yang nyaman hingga yang mewah, serta beragam pilihan kuliner yang mudah dijangkau. Bagaimana dengan lima Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP)? Chusmeru menyatakan bahwa produk wisata yang menonjol seperti Borobudur, Labuan Bajo, dan Danau Toba telah dikenal luas, sementara Mandalika dan Likupang masih menghadapi tantangan dalam mempromosikan daya tarik wisata mereka. Mandalika sangat bergantung pada acara seperti MotoGP. Masalah serupa juga dialami oleh Likupang. "Ketika tidak ada MotoGP, apa yang bisa dilakukan orang di Mandalika? Di Likupang, selain menyelam, apa lagi yang bisa dinikmati? Aspek ekonomi kreatif, kuliner, dan budaya tidak dapat diakses oleh wisatawan," ujarnya. Seharusnya, lima DPSP ini harus menjadi produk yang menyeluruh, tidak hanya menawarkan keindahan alam dan budaya, tetapi juga atraksi serta ekonomi kreatif. Kendala yang dihadapi oleh lima DPSP, terutama Mandalika dan Likupang, mencakup masalah aksesibilitas dan fasilitas, yang juga dialami oleh Danau Toba dan Likupang. Tujuan yang harus dicapai oleh lima Destinasi Pariwisata Super Prioritas, menurut pendapatnya, tidak hanya terfokus pada jumlah kunjungan wisatawan, tetapi juga pada durasi tinggal atau lamanya wisatawan berada di suatu destinasi. Di Bali, wisatawan dapat menghabiskan waktu berhari-hari, karena Pulau Dewata menyediakan berbagai objek menarik untuk dikunjungi. Namun, beberapa DPSP lainnya, seperti Likupang dan Mandalika, tidak menawarkan pengalaman serupa, yang mengakibatkan durasi tinggal yang rendah serta pengeluaran wisatawan yang juga tidak tinggi. Masalah lain yang terkait dengan 5 DPSP adalah promosi, yang merupakan isu klasik baik di tingkat nasional maupun daerah. Banyak destinasi wisata di daerah yang memiliki potensi besar, namun tingkat kunjungannya rendah akibat anggaran promosi yang minim, sehingga potensi tersebut tidak dapat dimanfaatkan secara optimal. Indonesia mengalami kelemahan dalam promosi pariwisata di tingkat internasional, dan hal ini disebabkan oleh keterbatasan anggaran. Dalam konteks pariwisata, isu nasional juga berkaitan dengan pentingnya sinergi antar kementerian. Koordinasi yang baik di antara kementerian sangat diperlukan. Selama ini, sektor pariwisata mengalami kendala dalam hal koordinasi, sehingga Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) terkesan berjuang sendiri dalam mengembangkan dan memajukan destinasi wisata, ungkap Chusmeru. Ia menambahkan bahwa infrastruktur bukanlah tanggung jawab Kemenparekraf, melainkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR). Begitu pula dengan masalah transportasi yang menjadi tanggung jawab Kementerian Perhubungan, bukan Kemenparekraf. Oleh karena itu, sinergi antar kementerian sangat diperlukan untuk pengembangan yang lebih baik. Dengan berbagai tantangan yang dihadapi pada lima Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP), program ini akan dilanjutkan oleh pemerintahan baru di bawah kepemimpinan presiden terpilih Prabowo Subianto mulai Oktober 2024. Sandiaga Uno juga telah menyatakan komitmennya untuk melanjutkan proyek lima DPSP ini di bawah pemerintahan yang baru. Direktur Pemasaran Reg 1 Asia-Pasifik Kemenparekraf, Raden Wisnu Sindhutrisno, juga menyampaikan bahwa terdapat lima DPSP baru lainnya yang siap dikembangkan oleh pemerintah, antara lain Raja Ampat di Papua Barat, Bromo Tengger Semeru di Jawa Timur, Tanjung Kelayang di Bangka Belitung, Wakatobi di Sulawesi Tenggara, dan Morotai di Maluku Utara.