Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) telah merumuskan rencana pembangunan jangka panjang selama 20 tahun yang berfokus pada pengembangan ekonomi yang berbasis pada sektor pariwisata dan industri pengolahan. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) NTB, Iswandi, menyatakan bahwa Nusa Tenggara Barat memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, yang dapat mendukung pertumbuhan sektor pariwisata dan industri pengolahan. "Transformasi ekonomi menuju sektor non-tambang harus menjadikan pariwisata sebagai pilihan utama," ungkapnya dalam pernyataan di Mataram, pada hari Jumat. Iswandi menjelaskan bahwa Nusa Tenggara Barat pernah mengalami pertumbuhan ekonomi yang sangat positif ketika jumlah kunjungan wisatawan ke daerah tersebut hampir mencapai 4 juta orang. Pada tahun 2019, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Nusa Tenggara Barat tercatat sebanyak 3,70 juta orang, yang terdiri dari 2,15 juta wisatawan mancanegara dan 1,55 juta wisatawan domestik. Nilai kontribusi sektor pariwisata pada saat itu, yang mencakup akomodasi dan layanan makan-minum, mencapai Rp2,68 triliun. Iswandi menyatakan bahwa Nusa Tenggara Barat perlu mengambil pelajaran dari Bali, di mana sektor non-tambang, khususnya pariwisata, menjadi penggerak utama perekonomian Pulau Dewata. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada tahun 2019, jumlah wisatawan yang mengunjungi Bali mencapai 16,82 juta orang, dengan kontribusi pariwisata terhadap ekonomi mencapai Rp58,69 triliun. "Apabila NTB ingin meningkatkan kontribusi sektor non-tambang, maka NTB juga harus mendorong perkembangan industri pengolahan," ungkap Iswandi. Dia menambahkan bahwa penguatan sektor industri pengolahan berhubungan erat dengan penurunan angka kemiskinan, seperti yang terlihat di Jawa dan Sulawesi. Bappeda NTB menyadari bahwa meskipun Nusa Tenggara Barat mengalami pertumbuhan sektor tambang yang signifikan, penurunan tingkat kemiskinan berlangsung sangat lambat. Pada tahun 2023, kontribusi industri pengolahan di Nusa Tenggara Barat hanya tercatat sebesar 3,86 persen, jauh lebih rendah dibandingkan dengan kontribusi industri pengolahan di Sulawesi Selatan yang mencapai 12,85 persen, dan di Jawa Timur yang mencapai 30,54 persen. Iswandi menegaskan bahwa sektor pengolahan non-tambang memiliki potensi strategis yang signifikan untuk mempercepat inklusivitas pertumbuhan ekonomi Nusa Tenggara Barat di masa yang akan datang. Dalam dua dekade ke depan, target pertumbuhan rasio produk domestik regional bruto (PDRB) untuk industri pengolahan di Nusa Tenggara Barat ditetapkan sebesar 7,66 persen pada tahun 2025, kemudian meningkat menjadi 14,44 persen pada tahun 2034, dan mencapai 21,27 persen pada tahun 2045.