Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Yogyakarta mengimbau Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat serta Pemerintah Daerah DIY dan Kabupaten Gunungkidul untuk memberikan dukungan dan memperkuat pengelolaan pariwisata yang berbasis komunitas. Salah satu bentuk dukungan yang dapat diberikan adalah dengan membuka akses ke Pantai Sanglen yang terletak di Kalurahan Kemadang, Tanjungsari, Gunungkidul, serta memberikan pendampingan dalam pengelolaan pantai kepada para pelaku wisata. Deputi Direktur Walhi Yogyakarta, Dimas Perdana, menyatakan bahwa ekspansi pariwisata modern telah mendorong pembangunan sektor pariwisata privat yang signifikan di Daerah Istimewa Yogyakarta, khususnya di Kabupaten Gunungkidul. Walhi mencatat adanya lebih dari lima lokasi pengembangan bisnis pariwisata privat di Gunungkidul. Salah satu yang terbaru adalah pembangunan Obelix di Pantai Sanglen yang saat ini sedang berlangsung. Seiring dengan pembangunan tersebut, akses menuju Pantai Sanglen ditutup oleh pihak Kesultanan. Di gerbang masuk, terdapat spanduk berlogo Kraton yang menyatakan bahwa akses ke Kawasan Pantai Sanglen dilarang tanpa izin dari Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Di sisi lain, penutupan akses juga dilakukan dengan menggunakan seng. Penutupan tersebut dipicu oleh kekhawatiran akan kemungkinan terjadinya konflik antara masyarakat dan pihak Obelix yang beroperasi di bawah PT. Biru Bianti Indonesia. Selain itu, masyarakat dianggap tidak memiliki izin untuk melaksanakan aktivitas mereka. Dimas menyatakan bahwa pembangunan Obelix bertentangan dengan Undang-Undang (UU) No. 13/2012 mengenai Keistimewaan dalam pengelolaan pertanahan, khususnya pada Pasal 32 Ayat (5) yang menyebutkan bahwa Kasultanan dan Kadipaten memiliki kewenangan untuk mengelola dan memanfaatkan tanah mereka demi pengembangan kebudayaan, kepentingan sosial, dan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, sektor bisnis pariwisata privat tidak seharusnya beroperasi di atas tanah tersebut. Ia juga menambahkan bahwa Peraturan Gubernur (Pergub) DIY No. 33/2017 menegaskan bahwa izin untuk pengelolaan tanah kasultanan dan tanah kadipaten hanya dapat diberikan jika bertujuan untuk pengembangan kebudayaan, kepentingan sosial, dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, Walhi menyimpulkan bahwa penutupan Pantai Sanglen justru menunjukkan bahwa tidak ada dukungan terhadap masyarakat, melainkan lebih kepada kepentingan pemodal atau pengembang bisnis pariwisata privat. “Pariwisata modern cenderung memiliki karakteristik yang berkaitan dengan pembangunan fisik berskala besar, fokus pada keuntungan semata, serta eksploitatif atau komersialisasi sumber daya, yang dapat merusak lingkungan dan tatanan sosial-budaya lokal,” ungkap Dimas dalam rilisnya. Fokus utama dari bisnis pariwisata privat adalah pada pencapaian keuntungan ekonomi jangka pendek bagi kalangan pemodal. Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Gunungkidul, Agung Danarta, menyatakan bahwa prinsip dasar dalam berinvestasi adalah mengikuti prosedur yang telah ditetapkan melalui online single submission (OSS). "Mengenai pembangunan Obelix di Pantai Sangle, kami mencatat bahwa belum ada permohonan izin yang diajukan melalui OSS," ungkap Agung saat dihubungi pada hari Minggu (1/9/2024). Pendaftaran izin melalui OSS sangat penting, karena melalui proses ini, pihak-pihak terkait akan melakukan penilaian terhadap pemenuhan syarat-syarat atau dokumen perizinan, termasuk dokumen lingkungan hidup yang diperlukan oleh investor.