Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) berencana untuk menggarap aturan terkait kecerdasan buatan (AI) pada tahun ini dalam bentuk Peraturan Menteri. Aturan tersebut bertujuan untuk mengawasi ekosistem AI, mulai dari pengembang hingga pengguna. Menurut Wamenkominfo Nezar Patria, "Rencananya tahun ini kita coba melakukan drafting untuk peraturan menteri tentang penggunaan AI." Nezar juga menyatakan bahwa kemungkinan aturan tersebut akan ditingkatkan dan diperkuat menjadi peraturan presiden. Namun apabila dapat ditingkatkan menjadi peraturan presiden, maka kita akan mempertimbangkan kemungkinannya. Saat ini, sedang disusun drafnya dan diskusi sedang berlangsung di internal Kominfo. Dia berencana mengundang beberapa pemangku kepentingan untuk berdiskusi dalam menyusun peraturan ini. Menurutnya, pemerintah juga memerlukan masukan dari para pihak yang terlibat langsung dalam teknologi AI. Nezar menilai bahwa para pemangku kepentingan, termasuk para pakar, pasti lebih mengetahui risiko dengan kemunculan AI. "Kira-kira skema regulasi yang seperti apa yang dapat membantu para pengembang dan pengguna AI untuk bisa melakukan tugas-tugasnya sekaligus menjamin produknya itu aman dipakai oleh publik," katanya. "Jadi kita sedang mempertimbangkan juga regulasi yang sifatnya vertikal, sekaligus juga horizontal. Jadi antara lain soal sandboxing mungkin akan kita masukkan di dalam Permen (peraturan menteri) ini," tambahnya. Sebelumnya, pada bulan Desember 2023, Kementerian Komunikasi dan Informatika telah menerbitkan Surat Edaran mengenai Etika Kecerdasan Buatan. Surat tersebut berisi pedoman bagi perusahaan teknologi dalam penggunaan AI, meskipun bersifat sebagai anjuran. Kemudian, Kominfo mengumumkan rencana untuk menyusun peraturan AI yang baru. Nezar Patria, Wakil Menteri Kominfo, menyatakan di UGM, Sleman, DI Yogyakarta, pada Jumat (8/3), bahwa surat edaran ini akan ditingkatkan ke dalam bentuk yang lebih komprehensif. Aturan memiliki kepentingan yang besar dalam menjaga keteraturan dan keamanan Nezar menilai bahwa pengembangan teknologi AI memberikan peluang bagi negara-negara Global South, termasuk Indonesia. Menurutnya, teknologi ini dapat mengurangi kesenjangan digital dan meningkatkan efisiensi serta akurasi dalam sektor ekonomi. Menurutnya, saat ini banyak perusahaan yang menggunakan AI mulai dari layanan pelanggan hingga pengolahan data untuk kepentingan pemasaran, produksi, dan lainnya. Nezar juga menyoroti keberhasilan teknologi AI dalam memproses screening 32 juta material komputer kuantum secara radikal dan cepat, seperti yang dikutip dari data Tim Riset Microsoft Quantum. Namun, Nezar menegaskan bahwa negara Global South menghadapi kendala dalam mengadopsi teknologi ini. Salah satunya adalah keterbatasan infrastruktur AI, pendanaan, dan transfer pengetahuan yang terbatas dari negara-negara pengembang AI di Global South yang menyebabkan kesenjangan kapasitas sumber daya manusia. Nezar optimis bahwa Indonesia dapat beradaptasi dan memodifikasi inovasi yang sudah ada, seperti teknologi AI. Ia yakin bahwa Indonesia memiliki potensi untuk menjadi pusat pengembangan AI di tingkat global, serta menjadi tempat utama untuk pengembangan semi konduktor AI di kawasan regional seperti Malaysia. Menurutnya, fokus pada transfer teknologi dan pengetahuan sangat penting dalam strategi pengembangan AI ke depan.