Nusantara - Pembangunan Kawasan Yudikatif dan Legislatif di Ibu Kota Nusantara (IKN) tidak hanya soal skala dan desain, tetapi juga merupakan demonstrasi kemampuan teknologi dan kolaborasi industri konstruksi Indonesia. PT Hutama Karya (Persero) memegang peran kunci dengan memimpin dan berkolaborasi dalam dua konsorsium BUMN untuk mewujudkan proyek ambisius ini. Pendekatan kolaboratif ini memadukan kekuatan dan keahlian berbagai BUMN konstruksi untuk memastikan keberhasilan proyek-proyek strategis nasional.
Untuk pembangunan Kawasan Mahkamah Agung, Hutama Karya membentuk kemitraan dengan PT Jaya Konstruksi. Sementara itu, proyek Kawasan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dikerjakan oleh konsorsium yang lebih besar, yaitu Hutama Karya bersama PT Wijaya Karya (Persero) Tbk dan PT Brantas Abipraya (Persero). Model kolaborasi ini memungkinkan pembagian risiko, alih pengetahuan, dan pemanfaatan sumber daya secara lebih efisien, yang sangat krusial untuk proyek dengan tenggat waktu dan standar kualitas yang ketat.
Inti dari pelaksanaan proyek adalah penerapan teknologi konstruksi 4.0 secara masif. Hutama Karya akan menggunakan teknologi pemindaian cahaya LiDAR (Light Detection and Ranging) untuk melakukan pemetaan digital dan pengukuran lapangan yang sangat akurat, membentuk dasar perencanaan yang presisi. Seluruh proses perancangan, koordinasi, dan konstruksi akan dikelola melalui platform Building Information Modelling (BIM) 360, yang memungkinkan semua pemangku kepentingan melihat dan mengelola model gedung 3D secara real-time untuk menghindari konflik desain.
Aspek keselamatan kerja menjadi prioritas mutlak yang didukung oleh teknologi. Perusahaan menerapkan sistem manajemen keselamatan terintegrasi bernama HK Shield, dengan target utamanya adalah mencapai Zero Fatality, atau nihil korban jiwa, selama pelaksanaan proyek. Komitmen ini sejalan dengan kompleksitas pekerjaan yang melibatkan banyak tenaga kerja dan alat berat di lokasi konstruksi yang sangat luas.
Pengalaman Hutama Karya dalam menerapkan teknologi serupa telah teruji pada proyek-proyek sebelumnya, seperti pembangunan Sentra Pengolahan Uang (SPU) Bank Indonesia di Karawang. Pada proyek tersebut, teknologi BIM dan perangkat lunak kuantitas material seperti Cubicost berhasil diterapkan untuk meningkatkan efisiensi dan akurasi. Lessons learned dari proyek-proyek itu akan menjadi modal berharga untuk mengoptimalkan pelaksanaan di IKN.
Kolaborasi hexahelix yang diusung oleh pemerintah juga menemukan relevansinya di sini. Proyek IKN tidak hanya melibatkan BUMN sebagai pelaksana, tetapi juga membutuhkan sinergi dengan Otorita IKN, kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dunia profesional, akademisi, dan masyarakat. Pendekatan multi-pihak ini penting untuk memastikan pembangunan infrastruktur benar-benar menjawab kebutuhan publik dan berjalan secara transparan.
Dengan dukungan teknologi dan kolaborasi yang solid, pembangunan kawasan pemerintahan di IKN diharapkan dapat menjadi benchmark baru bagi industri konstruksi Indonesia. Proyek ini membuktikan bahwa BUMN nasional tidak hanya mampu membangun infrastruktur fisik, tetapi juga mengadopsi dan mengimplementasikan standar global dalam manajemen proyek yang canggih, aman, dan efisien.
Keberhasilan pelaksanaan proyek MA dan MPR di IKN akan menjadi tonggak sejarah, menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia memiliki kapasitas untuk membangun ibu kota negaranya sendiri dengan teknologi mutakhir, dikelola oleh sumber daya manusia dan perusahaan dalam negeri yang kompeten. Ini adalah momentum untuk mengangkat martabat dan kemampuan industri konstruksi nasional di kancah yang lebih luas.